Kahfee Malam Jumat: Tadabbur Surat Al-Kahfi Ayat 11

Kahfee Malam Jumat: Tadabbur Surat Al-Kahfi Ayat 11

Ibnusinaschool.com–Setelah para pemuda goa berdoa dengan untaian kalimat yang indah dan sempurna serta penuh dengan kebaikan, kemudian Allah Swt. menjelaskan peristiwa yang terjadi atas mereka dalam firman-Nya,

فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا

Maka, Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama bertahun-tahun.

Ayat ini merupakan sebentuk pernyataan bahwa Allah Swt. menurunkan tidur kepada mereka, sekaligus sebagai salah satu kefasihan al-Quran yang diakui orang Arab sebagai sesuatu yang tidak bisa mereka tandingi.

Kata adh-dharbu dalam ungkapan Arab berarti materi (jisim) lahiriah yang bersentuhan dengan materi lain secara keras. Dengan kata lain, artinya memukul, seperti, “fulan memukul bumi dengan tangannya secara keras.” Dari makna ini mengalami perluasan pemahaman dengan makna lain seperti menempel, melekat, bertaut dengan sangat kuat. Sehingga kata adh-dharbu pada ayat ini bermakna tidur panjang yang mana Allah menutup telinga mereka dengan sangat rapat, hingga mereka tidak mendengar dan merasakan apa pun di sekitarnya.

Imam al-Qurthubi menjelaskan, ini seperti perkataan orang Arab, “Sang penguasa memukul tangan rakyatnya,” yang maknanya dia mencegah mereka dari berbuat kerusakan. Atau, “Sang tuan memukul tangan budaknya yang diberi izin untuk berdagang,” yang dimaksud dia mencegahnya dari melakukan transaksi. Aswad bin Ya’far, yang buta, berkata: “Wahai saudaraku, dari berbagai peristiwa, aku dipukul di atas bumi dengan penuh kekerasan.”

Az-Zajjaj menjelaskan ayat ini, sebagaimana dikutip Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya bahwasannya Kami menghalangi pendengaran mereka, karena orang yang tidur akan terbangun jika mendengar sesuatu. Begitu pula dengan penjelasan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Kami menutup telinga mereka dengan tidur, yaitu Kami menutup telinga mereka dari suara-suara yang masuk. Dengan kata lain, Kami mengabulkan doa mereka, mencegah mereka dari kejahatan kaumnya, lalu menidurkan mereka. Dan semua makna ini saling berdekatan.

Berkenaan dengan pengkhususan pada telinga, Nabi Saw. bersabda ketika mengetahui seorang pemuda yang tidur panjang dan tidak bangun untuk shalat malam dengan mengatakan,  “Itu adalah orang yang telinganya dikencingi setan.” Dalam konteks ini, Allah Swt. mengkhususkan telinga dengan ungkapan adh-dharb, meskipun semua indera mereka tertutup dari terjaga, telinga adalah jalur pertama bagi setiap manusia untuk terbangun. Dan karena itulah, tidur tidak akan bisa nyenyak ketika fungsi pendengaran terganggu.

Selain itu, penggunaan kata “adh-dharb” menunjukkan kekuatan tindakan, kedekatan yang kuat, dan keterikatan yang kukuh; seperti dalam firman Allah Swt. “wa dhuribat ‘alaihim adzillatu wal maskanah [Dan dilekatkan pada mereka kehinaan dan kemiskinan] Dalam arti, kehinaan dan kemiskinan melekat pada mereka secara erat, tanpa ada jalan keluar, dan tanpa bisa melarikan diri darinya. Demikian keterangan Syekh Ath-Thanthawi dalam Tafsir al-Wasîth

Selanjutnya, kata ‘adadan adalah sifat (na’at) untuk kata sinîn yang berarti tahun; yang dimaksud untuk menunjukkan banyaknya, sebab yang sedikit tidak perlu dihitung karena telah diketahui. Kata al-‘ad merupakan bentuk mashdar, sedangkan kata al-‘adad adalah kata benda yang dihitung. Di samping itu, karena yang banyak dalam hitungan manusia dianggap sedikit di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya satu hari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”

Pernyataan sinîna adada berarti jumlah tahun yang dihapuskan kata depannya; artinya jumlahnya, atau mashdar yang berarti objek suatu tindakan (isim maf’ûl), yaitu tahun yang dihitung. Dalam hal ini, telah disebutkan pada ayat berikutnya yang menunjukkan jumlah dalam tahun Qamariyah (300 tahun), dan Syamsiyah ditambah sembilan tahun, sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya: “tiga ratus tahun dan ditambah sembilan.” (Qs. Al-Kahfi [18[: 25)

Maka setelah para pemuda tersebut menetap di dalam gua, dan memohon kepada Allah dengan doa yang agung ini, kemudian Kami tutup telinga mereka dengan penutup yang berat sehingga mereka tidak bisa mendengar apa pun yang dapat membangunkan mereka. Mereka tetap dalam tidur yang dalam ini selama bertahun-tahun, yang jumlahnya dijelaskan pada ayat-Nya: “Dan mereka tinggal di dalam gua mereka selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.”

Demikianlah bagaimana cara Allah menyelamatkan Ashabul Kahfi dengan menidurkan mereka. Dalam hal ini tidak sekadar tidur, tapi tidur yang mengandung faedah dan kemanfaatan yang sangat mendalam, terutama proses pengkabulan doa yang telah mereka panjatkan. Sehingga kata dharabnâ menjadi isyarat bahwa telinga mereka tertutup sangat rapat ke dalam kondisi tidur yang sangat nyenyak, tanpa terganggu dengan kebisingan orang-orang di luar yang tengah mencari keberadaan mereka. Selain itu, dengan ditidurkan itu pula mereka mendapatkan ketenangan, sekaligus menjadi cara Allah menyelamatkan akidah dan keyakinan mereka dan ibrah bagi orang-orang sesudahnya. Wallahu a’lam