Secercah Kisah Kahfee: Pendahuluan Tafsir Surat al-Kahfi ayat 9

Secercah Kisah Kahfee: Pendahuluan Tafsir Surat al-Kahfi ayat 9

ibnusinaschool.com-Realitas dunia dan kehidupan di dalamnya sejatinya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Keagungan dan kebesaran-Nya tampak jelas di sekitar kita; penciptaan langit dan bumi beserta isinya adalah yang paling besar, bahkan lebih besar ketimbang penciptaan manusia itu sendiri. Dan semua ini terangkum dalam al-Quran sekaligus menjelma maket ayat-ayat kauniyah-Nya.

Namun, keraguan masyarakat Arab perihal kenabian Muhammad Saw. tak pernah berhenti. Mereka terus mendesak, dan selalu kasak-kusuk meragukan kerasulannya. Hal ini dipicu karena kisah Ashab al-Kahfi tidak ada dalam Alkitab Yahudi tetapi santér dibicarakan oleh kalangan rahib Yahudi.

Puncaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Imam as-Suyuthi dalam Ad-Durr al-Mantsur, kaum Quraisy mengirim lima orang—di antara mereka terdapat Uqbah bin Abi Mu’ith dan An-Nadhr bin Al-Harits—untuk bertanya kepada orang-orang Yahudi tentang Rasulullah Saw. dan menggambarkan ciri-cirinya kepada mereka.

Orang-orang Yahudi berkata: “Kami menemukan gambaran dan ciri-cirinya serta pengangkatannya dalam Taurat. Jika dia seperti yang kalian gambarkan kepada kami, maka dia adalah nabi yang diutus dan perintahnya benar, maka ikutilah dia. Tetapi tanyakanlah kepadanya tentang tiga hal: Jika dia memberitahu kalian tentang dua hal, dan tak memberitahukan kalian yang ketiga, maka dia adalah nabi. Sebab kami telah menanyakan hal tersebut kepada Musailamah Al-Kadzdzab, tapi dia tidak mengetahui hal itu.”

Kemudian para utusan itu pun kembali kepada kaum Quraisy dengan informasi tersebut dari orang-orang Yahudi. Kemudian datang menemui Rasulullah Saw. dan berkata: “Wahai Muhammad, ceritakan kepada kami tentang Dzulkarnain yang mencapai timur dan barat; ceritakan kepada kami tentang ruh, dan ceritakan kepada kami tentang Ashabul Kahfi.”

Rasulullah Saw. berkata: “Aku akan memberitahukan kalian tentang hal itu esok hari.” Namun beliau tidak mengatakan ‘Insyâ Allâh’. Maka Jibril tak kunjung datang kepadanya hingga lima belas hari. Ia tidak mendatangi Nabi karena beliau tidak mengatakan ‘Insyâ Allâh.’ Hal ini membuat Rasulullah Saw. merasa sedih.

Selang berapa lama, Jibril as. pun datang kepadanya dengan jawaban atas pertanyaan mereka, lalu Rasul berkata: “Wahai Jibril, kenapa engaku tak kunjung datang kepadaku?” Jibril menjawab: “Karena engkau tak mengatakan ‘Insyâ Allâh’. Engkau melupakan kalimat itu. Kemudian Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah sekali-kali kau mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,” kecuali (dengan menyebut): ‘Insyâ Allâh’” Kemudian Jibril memberitahunya tentang kisah Dzulkarnain, ruh, dan Ashab al-Kahfi.

Lalu beliau Saw. mengirim utusan kepada Quraisy, dan mereka pun datang kepadanya dan memberitahukan tentang kisah Dzulkarnain. Lantas beliau berkata kepada mereka: “Ruh itu urusan Tuhanku, dalam arti itu ilmu Tuhanku, dan aku tidak mengetahuinya.” Ketika jawaban tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi bahwa beliau tidak akan memberitahukan kalian tentang yang ketiga (mereka berkata: ‘Dua sihir saling mendukung’) keduanya sama—yaitu Taurat dan Al-Furqan—dan mereka berkata: “Sesungguhnya kami sama sekali tidak mempercayai masing-masing itu.” Kemudian beliau memberitahukan mereka tentang kisah Ashabul Kahfi.”

***

KIsah ini bukanlah Asbâb an-Nuzul dari Surat al-Kahfi, melainkan kisah yang menceritakan bagaimana orang-orang kafir Quraisy hendak menguji kenabian Muhammad Saw. Sedangkan jika kita kaitkan dengan ayat-ayat yang mengisahkan Ashab al-Kahfi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa ditidurkannya Ashab al-Kahfi di dalam goa selama 309 tahun merupakan satu kebesaran dan kekuasaan Allah, meski hal ini bukanlah sesuatu yang menakjubkan. Sebab kekuasaan dan kebesaran Allah dalam ayat-ayat Kauniyah-Nya jauh lebih menakjubkan dan Ajaib.

Oleh karena itulah, Allah Swt. berfirman,

اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا

“Apakah engkau mengira bahwa sesungguhnya para penghuni gua dan (yang mempunyai) raqîm) benar-benar merupakan keajaiban di antara tanda-tanda (kebesaran) Kami?”

Ayat ini didahului dengan ungkapan tanya (istifhâm), satu ungkapan yang ditujukan untuk penafian dan larangan. Seakan-akan Allah Swt bertanya kepada Nabi, “Ataukah engkau menyangka bahwa orang-orang yang tinggal di dalam goa dan mempunyai raqîm itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan? Janganlah engkau mengira demikian, sebab seluruh ayat-ayat Kami menakjubkan, dan ada yang lebih menakjubkan dari kisah mereka.” Wallahu a’lam

Bersambung…