Ngahfee Rabu Pagi: Kisah Ashabul Kahfi (2)

Ngahfee Rabu Pagi: Kisah Ashabul Kahfi (2)

ibnusinaschool.com–Menyaksikan kejadian tersebut, para pemuda itu pun merasa sangat sedih, lalu mereka mulai menyibukkan diri dengan shalat, puasa, sedekah, bertasbih, dan berdoa. Mereka menangis dan memohon kepada Allah Swt.: “Wahai Tuhan kami, Tuhan langit dan bumi, kami tidak akan memohon kepada Tuhan selain Engkau. Sungguh, jika kami menyembah selain Engkau, itu adalah dosa besar. Singkirkanlah fitnah ini dari hamba-hambaMu yang beriman, dan angkatlah bencana ini dari mereka sehingga mereka dapat menyembah-Mu secara terbuka.”

Ketika mereka sedang bermunajat di tempat shalat mereka, pasukan penjaga menangkap mereka. Saat itu, mereka dalam keadaan sujud, menangis, dan memohon kepada Allah. Pasukan penjaga berkata kepada mereka: “Mengapa kalian tidak memenuhi perintah raja? Pergilah menemuinya.” Lalu mereka keluar, dan permasalahan mereka diadukan kepada Daqyanus. Pasukan penjaga berkata: “Engkau mengumpulkan orang-orang untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa, namun para pemuda ini, yang berasal dari keluargamu, mengejekmu dan melawan perintahmu!”

Mendengar hal itu, Daqyanus pun memanggil para pemuda itu, lalu mereka datang dengan air mata berlinang dan wajah berlumuran debu. Ia berkata kepada mereka, “Apa yang menghalangi kalian untuk hadir dalam penyembelihan korban bagi dewa-dewa kita yang disembah di bumi, dan menjadikan diri kalian sebagai contoh bagi para pemimpin kota kalian? Pilihlah: Apakah kalian akan mempersembahkan korban bagi dewa-dewa kita atau aku akan membunuh kalian.”

Maksalmina, pemuda tertua di antara mereka berkata, “Kami memiliki Tuhan yang memenuhi langit dan bumi dengan keagungan-Nya. Kami tidak akan pernah memohon kepada Tuhan selain Dia. Hanya bagi-Nya segala puji, takbir, dan tasbih yang murni dari hati kami selamanya. Kepada-Nya kami menyembah dan kepada-Nya kami memohon keselamatan dan kebaikan. Adapun para dewaitu, kami tidak akan pernah menyembah mereka. Maka lakukanlah terhadap kami apa yang kaukehendaki.”

Para sahabatnya juga berkata kepada Daqyanus seperti ucapan Maksalmina. Ketika mereka mengatakan hal itu, dia memerintahkan agar pakaian kehormatan yang mereka kenakan sebagai bangsawan dilepaskan dari tubuh mereka. Lalu dia berkata, “Aku akan memberikan kalian waktu dan kemudian melaksanakan hukuman yang telah kujanjikan kepada kalian. Apa yang mencegahku untuk segera melakukannya adalah karena aku melihat kalian masih muda dengan usia yang masih segar, dan aku tidak ingin membinasakan kalian tanpa memberikan waktu untuk berpikir ulang.” Kemudian ia memerintahkan mereka agar melepaskan perhiasan emas dan perak yang mereka kenakan, lalu memerintahkan mereka dibawa keluar.

Daqyanus kemudian pergi ke kota lain yang dekat dengan kota mereka untuk urusannya sendiri. Ketika para pemuda tersebut melihatnya pergi, mereka pun segera mengambil tindakan, sebab takut jika dia kembali dan mengingat mereka, lalu menyiksa mereka. Mereka saling sepakat bahwa masing-masing akan mengambil sebagian dari harta keluarganya, lalu bersedekah dengannya dan menyisakannya sebagai bekal. Kemudian mereka pergi ke goa yang tidak jauh dari kota di sebuah gunung yang disebut Bakhilus. Mereka berniat tinggal di sana dan menyembah Allah hingga Daqyanus kembali, lalu mereka akan datang kepadanya dan menyerahkan diri mereka.

Setelah mereka saling berkata demikian, setiap pemuda pergi ke rumah ayahnya, mengambil sebagian harta, bersedekah dengannya, lalu pergi dengan sisa yang ada. Seekor anjing milik mereka juga mengikutinya sampai di goa dan tinggal di dalamnya.

***

Berdasarkan keterangan Ka’b al-Ahbar, anjing itu ditemukan di jalan. Mereka melewatinya, lalu mengikuti mereka. Mereka berusaha mengusirnya, tetapi anjing itu terus mengikuti mereka. Anjing itu berkata: “Wahai manusia, apa yang kalian inginkan dariku? Jangan takut kepadaku. Aku mencintai orang-orang yang dicintai Allah, maka tidurlah hingga aku menjagamu.”

Lain halnya dengan pernyataan Ibnu Abbas yang mengatakan, ketika mereka melarikan diri dari Daqyanus pada malam hari, mereka berjumlah tujuh orang. Lalu melintasi seorang penggembala yang memiliki seekor anjing. Penggembala itu pun mengikuti keyakinan mereka, dan anjing miliknya juga ikut serta bersama mereka keluar dari kota menuju goa yang dekat dengan kota tersebut.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka tinggal di dalam goa tersebut tanpa aktivitas apa pun selain shalat, puasa, tasbih, takbir, dan tahmid guna mencari ridha Allah. Masing-masing menyerahkan harta mereka kepada salah seorang pemuda di antara mereka, yaitu Tamlikha. Ia dianggap yang paling tampan dan kuat, lalu pergi ke kota secara diam-diam untuk membeli makanan dan minuman, serta mencari tahu apakah mereka tengah menjadi perbincangan di kota. Dan ketika masuk ke kota, ia mengenakan pakaian lusuh layaknya pakaian orang miskin yang biasa meminta-minta, lalu membeli makanan dan minuman untuk mereka.

Ia tinggal di sana selama beberapa waktu, hingga Daqyanus kembali ke kota. Ketika itu raja memerintahkan para pemuka kota untuk mempersembahkan korban kepada dewa-dewa, orang-orang beriman pun ketakutan. Saat itu Tamlikha hendak kembali ke goa dan memberi tahu teman-temannya tentang kondisi kota. Sekembalinya Tamlikha dari kota, ia memberi tahu teman-temannya bahwa raja tiran telah tiba di kota, dan para pemuda itu dicari oleh para pemuka kota.

Mereka sangat ketakutan, lalu segera bersujud, memohon kepada Allah, serta meminta perlindungan dari fitnah. Kemudian Tamlikha berkata kepada mereka: “Wahai saudara-saudaraku, angkatlah kepala kalian dan makanlah. Bertawakallah kepada Tuhan kalian.” Mereka pun mengangkat kepala mereka dengan air mata berlinang sambil menyantap makanan yang dibawa Tamlikha.

Ketika itu, matahari mulai terbenam. Setelah makan, mereka duduk-duduk dan saling berbicara, mengingatkan satu sama lain tentang keimanan mereka. Ketika mereka sedang dalam keadaan seperti itu di dalam goa, Allah Swt. menurunkan rasa kantuk kepada mereka, dan anjing mereka mengulurkan kedua lengannya di pintu goa. Mereka pun tertidur dan mengalami apa yang mereka alami seperti dijelaskan secara panjang dalam surat al-Kahfi. Mereka adalah orang-orang beriman dengan keyakinan yang kuat, dan barang-barangnya berada di sisi kepala mereka.

Pada hari berikutnya, Daqyanus tidak menemukan para pemuda itu, dan terus berusaha mencari, namun tidak membuahkan hasil. Ia pun berkata kepada beberapa orangnya, “Sungguh, masalah para pemuda yang telah pergi ini menggangguku. Mereka mungkin mengira aku marah karena ketidaktahuan mereka terhadapku. Padahal aku tidak akan menghukum mereka jika mereka bertobat dan menyembah berhala-berhalaku.” Namun, para pemuka kota menimpali, “Engkau tak seharusnya menyayangi kaum fasik, pemberontak, dan durhaka. Engkau telah memberikan mereka tenggat waktu, tetapi mereka tidak kembali dalam waktu itu dan tidak pula bertobat.”

Mendengar hal itu, Daqyanus sangat marah, dan memerintahkan agar orang tua mereka dipanggil. Ketika mereka datang, ia bertanya tentang anak-anak mereka yang memberontak dan mengancam kematian mereka. Orang tua itu berkata, “Kami tidak menentangmu. Mengapa engkau membunuh kami karena anak-anak durhaka yang telah pergi membawa harta kami dan menghabiskannya di pasar kota, lalu melarikan diri ke sebuah gunung bernama Bikhlus?” Setelah mendengar ini, Daqyanus membebaskan mereka, tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap para pemuda tersebut.

Kemudian, Allah mengilhami Daqyanus agar goa tempat persembunyian para pemuda itu disegel. Dengan niat, membiarkan mereka mati kelaparan dan kehausan. Namun, Allah ingin memuliakan mereka, dan menjadikan mereka tanda bagi umat yang akan datang setelahnya. Ini untuk menunjukkan bahwa hari Kiamat itu pasti datang, dan Allah akan membangkitkan orang-orang dari kubur.

Daqyanus memerintahkan agar goa itu disegel seraya berkata, “Biarkan mereka di dalam goa. Mereka akan mati kelaparan dan kehausan, dan goa itu akan menjadi kuburan bagi mereka.” Ia mengira mereka masih terjaga dan mengetahui apa yang terjadi, tetapi Allah telah “mewafatkan” mereka dalam tidur, dan anjing mereka dengan kedua kaki terjulur di pintu goa. Allah membuat mereka berputar. Membolak-balikkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri dalam tidur mereka.