Nyore-nyore Kahfee: Tafsir Surat al-Kahfi Ayat 9

Nyore-nyore Kahfee: Tafsir Surat al-Kahfi Ayat 9

ibnusinaschool.com–Istifhâm pada ayat sebelumnya ditujukan untuk penafian dan larangan. Dalam arti, Allah Swt. mengatakan kepada Nabi-Nya bahwasannya janganlah engkau mengira, wahai Muhammad, bahwa kisah Ashabul Kahfi (tentang penghuni goa) dan peristiwa yang terjadi dengan mereka merupakan perkara yang menakjubkan pada tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. Dan jangan pula engkau menyangka bahwa tidak ada kisah-kisah lain yang sepadan dan peristiwa yang serupa dengannya.

Lebih dari itu, Allah memiliki tanda-tanda kekuasaan yang menakjubkan nan aneh yang sangat banyak dan sama agungnya dengan tanda-tanda kekuasaan pada kisah Ashabul Kahfi, bahkan lebih besar darinya. Allah senantiasa memperlihatkan kepada para hamba-Nya tanda-tanda kekuasaan-Nya dalam penciptaan langit dan bumi. Bahkan pada diri manusia sendiri, yang menyebabkan kebenaran menjadi jelas dari kebatilan, pun dengan petunjuk dibandingkan kesesatan.

Dalam Adhwâ’ al-Bayân fî Îdhâh al-Qur`ân bi al-Qur`ân, Syekh Muhammad Amin as-Sinqithiy manyatakan bahwa hal di atas dibuktikan dengan firman-Nya yang secara berurutan dalam ayat 7-8 Surat al-Kahfi, “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya… (QS. Al-Kahf [18]: 7-8). Kemudian Allah melanjutkan dengan firman-Nya: “Apakah kamu mengira bahwa para penghuni gua dan ar-Raqîm itu merupakan tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (QS. Al-Kahf [18]: 9). Ini menunjukkan bahwa kisah mereka tidaklah mengherankan dibandingkan dengan apa yang telah Kami ciptakan yang jauh lebih besar.

Selain itu, dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah sering mengingatkan manusia bahwa penciptaan langit dan bumi adalah lebih besar daripada penciptaan manusia, dan siapa yang mampu menciptakan yang lebih besar pasti mampu menciptakan yang lebih kecil tanpa keraguan. Seperti firman Allah: “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia” (QS. Ghâfir [40]: 57), dan firman-Nya: “Apakah kamu yang lebih sulit diciptakan ataukah langit? Allah telah membinanya” hingga firman-Nya “menjadi kesenangan bagimu dan bagi ternakmu” (QS. An-Nazi’ât [79]: 27-33).

Sementara itu, makna Kahf yaitu goa yang terletak gunung. Dalam hal ini ada perbedaan antar al-kahf dan al-ghar yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti sama; goa. Di dalam kamus lisân al-‘Arab dijelaskan bahwa al Al-ghâr adalah sebuah lubang atau gua di dalam gunung yang menyerupai terowongan. Ada yang mengatakan bahwa al-ghâr adalah seperti al-kahf (gua) di dalam gunung, dan bentuk jamaknya adalah al-ghirân. Sedangkan al-kahf, jamaknya kuhuf seperti goa di dalam gunung, tetapi lebih luas dari itu. Jika lebih kecil, disebut ghar. Atau, al-kahf seperti sebuah rumah yang dipahat di dalam gunung, dan.

Adapun para ulama berbeda pendapat mengenai makna “ar-Raqîm.” Ada yang mengatakan bahwa ar-Raqîm adalah nama anjing mereka, dan ini merupakan pendapat Umayyah bin Abi Salt. Sa’d ibn Jubair, seperti dikutip dalam Tafsir al-Baghawi memaknai dengan lembaran yang disematkan nama-nama Ashabul Kahfi dan kisahnya, kemudian diletakkan di pintu goa. Lembaran itu berupa lempengan besi; atau lempengan batu. Dengan makna ini, maka ar-raqîm bermakna yang tertulis, dan raqm berarti tulisan.

Dikatakan pula bahwa ar-raqîm berarti sebuah desa tempat tinggal Ashabul Kahfi. Atau, nama nama gunung yang ada goa ashabul kahfi. Diriwayatkan dari adh-Dhahhak bahwa ar-raqîm adalah nama sebuah kota di Romawi. Ada juga yang mengatakan bahwa itu adalah nama lembah yang di dalamnya terdapat gua. Dalam hal ini Ibnu Abbas ra. Mengatakan, “Saya tidak tahu, apakah ar-raqîm adalah sebuah kitab atau sebuah bangunan?” Ibnu Abbas juga menyimpulkan bahwa itu ar-raqîm adalah nama lembah di mana para Ashabul Kahf berada. Berdasarkan hal ini, ar-raqîm berasal dari kata ‘raqmah’ yang berarti sisi atau tepi lembah tersebut. Demikian penjelasan dalam kitab Tafsir al-Baghawi.

Oleh karena itu, ayat ini selayaknya dicermati secara saksama, bahwa penafian ini bukan berarti menafikkan keajaiban kisah Ashabul Kahfi, tetapi harus dilihat sebagai salah satu keajaiban Allah, dan bukan satu-satunya. Memandang bahwa ayat ini satu-satunya keajaiban merupakan bentuk kekurangan dan kejumudan.

Sebab keajaiban Allah itu sangat berlimpah, bahkan di sekitar kita atau pada diri kita sebagai manusia, pun penuh dengan keajaiban Allah. Maka kewajiban seorang muslim untuk merenungkan semua tanda-tanda Allah, yang mana Dia telah mengajak para hamba-Nya untuk merenungkannya, karena itu adalah kunci keimanan, sekaligus jalan menuju ilmu, dan keyakinan. Wallahu a’lam