IBNUSINASCHOOL– Salah satu argumentasi mendasar diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad saw. Bahwa kitab ini memiliki kesempurnaan dari setiap sudutnya.
Di antaranya menegasikan kebengkokan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, dan menegaskan sifatnya yang lurus dan mengandung kebenaran. Tidak ada berita-berita bohong sekaligus perintah dan larangan di dalamnya tidaklah menyesatkan dan sia-sia.
Sedangkan penegasan sebagai kitab yang lurus dan menyimpan kebenaran bahwa al-Quran tidak mengabarkan dan memerintah sekadar kabar belaka, melainkan ada kepentingan untuk memenuhi hati manusia dengan pengetahuan, keimanan, dan keberpikiran. Demikian keterangan dalam Tafsir as-Sa’di.
Ungkapan penegasan di atas sebagai langkah masuk untuk kemudian memberi peringatan perihal hukuman bagi mereka yang menyelisihi al-Quran, baik hukuman dunia maupun akhirat.
Dan peringatan dan ancaman ini—meminjam istilah as-Sa’di—sebagai bentuk kenikmatan; ancaman dan antisipasi terhadap sesuatu yang akan merusak dan menghancurkan manusia. Menurut as-Sa’di, ayat kedua ini berkorelasi dengan QS. Az-Zumar [75]: 16: “… Demikianlah Allah mengancam hamba-hamba-Nya (dengan azab itu). “Wahai hamba-hamba-Ku, maka bertakwalah kepada-Ku.”
Di antara bentuk kasih sayang Allah swt. kepada para hamba yaitu menetapkan hukuman berat bagi mereka yang menyelisihi perintah-Nya. Dalam arti, Allah menjelaskan langkah antisipatif sebab-sebab kehancuran dan ketergelinciran manusia ke neraka.
Sementara itu, Ibnu Asyur dalam at-Tahrir wa at-Tanwir menjelaskan kata ba`s pada ayat ini dalam dua penegertian: kenestapaan dunia; kenestapaan dunia dan akhirat. Kenestapaan di dunia biasanya berhubungan dengan kekuatan dalam peperangan, sebab kekuatan akan mengalahkan musuh seperti disinggung dalam QS. Al-Baqarah [2]: 177.
Dalam hal ini, kata “min ladunhu” juga berkaitan erat, karena kata ini nantinya bisa bermakna ganda; hakiki dan majazi. Jika kata ba`s dimaknai dengan kenestapaan hidup di akhirat dengan azab yang pedih, maka kata “min ladunhu” digunakan makna hakiki, dan ini pendapat kebanyakan mufasir. Bila kata ba`s dimaknai dengan kenestapaan di dunia dan akhirat, maka kata “min ladunhu” digunakan sebagai makna hakiki sekaligus majazi. Dan ini merupakan pendapat Ibnu Athiyyah dan Imam al-Qurthubi.
Adapun bangunan argumentasinya; jika azab akhirat, maka ini sudah jelas langsung dari Allah swt. Sedangkan bila azab dunia, ini mempunyai runtutan; manusia terbunuh saat peperangan atau menjadi tawanan, dan ini hasil tindakan manusia atas perintah Allah swt. Namun dalam hal ini Ibnu Asyur secara tegas memilih pendapat kenestaapan yang dahsyat sebagai azab di dunia sebagai kesimpulan dari tindakan orang-orang yang mengatakan Allah mengambil seorang anak (QS. Al-Kahfi [18]: 4)
Perlu diketahui bahwa “peringatan akan siksa yang sangat pedih dari sisi Allah” ini bukanlah satu-satunya penyebab diturunkannya al-Quran, karena ada banyak sebab diturunkannya Kitab Suci ini.
Termasuk di antara penyebab diturunkannya al-Quran adalah memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik. Dan penyebutan dua kriteria: iman dan amal saleh ini menunjukkan bahwa tercapainya balasan yang baik itu harus memenuhi dua kriteria tersebut.
Bagi mereka yang telah berhasil menggabungkan keimanan dan amal saleh, maka akan mendapat balasan yang baik berupa surga. Para ulama tafsir sepakat bahwa balasan yang baik yang dimaksud adalah surga. Ini dijelaskan pada ayat berikutnya, “mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.”(QS. Al-Kahfi [18]: 3). Kata al-muktsu berarti al-istiqrar fi-l-makan. Artinya, tetap di suatu tempat, yaitu surga. Termasuk kesenangan dan kenikmatan di dalamnya dan unutk selamanya tanpa terpisahkan sedikit pun sebagai bentuk balasan yang baik bagi mereka.
Berikutnya:
Mensyukuri Nikmat Sakit